Selalu Ada Luka Dalam Perang

Selalu Ada Luka Dalam Perang


Pemuda Belanda itu hanya tertegun mendapati Asmuna, warga pribumi kekasihnya terbaring bermandi darah. Di tubuhnya terdapat lubang-lubang bekas terjangan peluru dari teman-teman satu kesatuan tentara kerajaan Belanda KNIL.

 

Bogor, tahun 1946

Princen, nama pemuda itu mengenal Asmuna yang asli keturunan Indonesia di tempat ia ditugaskan di Bogor. Kisah asmaranya bermula ketika ia mendapati seorang perempuan cantik yang sedang ada di rumahnya di belakang Kebun Raya Bogor. 

Princen sering bertandang ke rumah Asmuna. Sebagai tentara kerajaan Belanda KNIL Asmuna tidak mudah meyakinkan bahwa bergabungnya ia di ketentaraan sampai dikirim ke Indonesia karena tidak ada pilihan lain. Ia mengikuti wajib militer, yang sebenarnya sama sekali tidak ada ketertarikan di dunia militer. Princen lebih memandang militer adalah alat dari penguasa untuk menindas. Tapi pilihan kedua adalah hukuman mati jika ia tidak bersedia mengikuti wajib militer.

Lambat laun, Asmuna tertarik juga dengan sosok Princen. Ia memandang lain terhadap Princen dibanding tentara Belanda yang lain. Princen ia anggap serius dalam hubungan dan bukan untuk sekadar singgah untuk mengusir sepi.

Hari-hari dijalani Princen dan Asmuna sebagai sepasang kekasih. Mereka seringkali bertemu untuk sekadar jalan-jalan atau makan malam. 

Petaka Terjadi

Malam itu, Princen dan Asmuna bertemu di sebuah rumah makan. Pemuda itu tampak murung, wajahnya tak bisa menyembunyikan kegelisahan hatinya. Melihat kekasihnya yang sedang gelisah, Asmuna kemudian menanyakan penyebabnya.

Princen bercerita, kalau ia dan pasukannya sedang dalam persiapan untuk ke Jogjakarta melakukan penumpasan pasukan gerilya yang dipimpin oleh Kemal Idris. Asmuna tidak sampai hati melihat kekasihnya dirundung kecemasan. Ia kemudian mengajak Princen untuk melupakan sejenak tugasnya besok dan menikmati malam bersamanya. Malam kian larut Princen dan Asmuna kemudian pulang. 

Esoknya, di barak semua tentara sibuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk ke Jogjakarta. Penjagaan diperketat karena semua informasi tidak diperkenankan keluar dari barak. Waktu itu sampailah Asmuna ke barak untuk bertemu dengan kekasihnya, Princen. Ia ditahan di pos penjagaan. 

Beberapa penjaga mulai tertarik dengan Asmuna dan mulai menggoda Asmuna. Bagaimanapun Asmuna tidak bisa berterus terang bahwa ia adalah kekasih dari Princen. Ia tidak ingin Princen mengalami masalah di kesatuannya karena hubungan mereka.

Ketertarikan penjaga itu tak dihiraukan oleh Asmuna. Ia tetap tegas ingin bertemu dengan Princen. Mengetahui hal itu penjaga kemudian mulai naik darah, ia melecehkan Asmuna. Dibawalah Asmuna ke barak kosong. Tidak ingin kehormatannya dirampas, Asmuna melawan dengan menampar dan menendang tentara Belanda yang mencoba menggagahinya.

Tentara Belanda itu kemudian menodongkan senapan semi otomatis, agar Asmuna mengikuti kemauannya. Tetapi Asmuna tak bergeming. Ia tetap berontak dan berusaha lepas dari cengkraman tentara-tentara Belanda itu. Saat itu meletuslah senapan yang dibawa salah satu tentara Belanda. Beberapa peluru melesat menerjang tubuh Asmuna. Ia roboh di barak bersimbah darah, tubuhnya penuh lubang bekas terjangan peluru yang muntah dari senapan semi otomatis Belanda. 

Princen dan teman satu baraknya yang mendengar suara tembakan segera bergegas mengambil senapan stan yang sedang dipersiapkannya. Ia mengira telah terjadi penyerangan di markas tempat ia berada. Beberapa orang berteriak, sumber suara berasal dari barak di ujung markas.

Pemuda Belanda itu hanya tertegun mendapati Asmuna, warga pribumi kekasihnya terbaring bermandi darah. Di tubuhnya terdapat lubang-lubang bekas terjangan peluru dari teman-teman satu kesatuan tentara kerajaan Belanda KNIL.

Hatinya menjerit, menyalahkan dirinya. Memaki keadaan yang telah lama ia tentang. Peperangan akan selalu meninggalkan luka. Ya, kali ini ia yang terluka, kekasihnya yang senantiasa menyejukan kegelisahan hatinya kini harus menjadi korban dari kejamnya peperangan.

Bersambung

Cerita serupa:

Rumah Tuan dan Nyonya

Komentar